Sedekah Gunung Menoreh adalah upaya masyarakat Desa Ngadiharjo untuk memohon pada Tuhan agar desa tersebut diberi berkah air yang lancar untuk pertanian, kesuburan lahan dan bermuara pada kemakmuran warganya.
Acara tradisi ini sudah lama tidak diselenggarakan karena kondisi ekonomi masyarakat. Saat ini mulai digelar kembali oleh warga setempat, Paguyuban Masyarakat Pecinta Seni dan Budaya Masyarakat Borobudur yang tergabung dalam Warung Info Jagad Cleguk dan peserta Sekolah Lapang Ngudi Kawruh.
Acara yang digelar kemarin pagi ini dimulai dengan ziarah kubur di makam leluhur. Kemudian, dipandu oleh tokoh masyarakat setempat dan pemuka agama, sekitar 10 warga memulai ritual di Sendang Pakis Aji untuk membersihkan diri.
Sendang Pakis Aji ini terletak di Dusun Saji.Salah satu tokoh masyarakat, Bejo, yang telah berusia 62 tahun mengungkapkan, nama Saji berasal dari kata Pakis Aji. “Jaman dulu, di tempat ini terdapat sebuah pohon pakis yang sangat besar. Dalam perjalanannya, Pangeran Diponegoro pernah melewati tempat ini dan melihatnya, selanjutnya memberi nama Pakis Aji. Tapi orang Jawa lebih mudah menyebutnya Saji,” ujarnya.
Usai membersihkan diri, para sesepuh desa mendatangi kediaman Kyai Ali Asyari untuk memohon doa restu pada mereka agar dalam penyelenggaraan Sedekah Gunung ini tidak ada aral melintang.
Selanjutnya, dengan membawa perangkat sesaji seperti palawija, padi, ketela, pisang, sayuran, jajan pasar, tumpeng dan tandu berisi kursi mereka melanjutkan perjalanan menuju tempat walimahan, untuk melaksanaan doa bersama. Mereka diiringi rombongan warga yang terdiri kelompok kesenian Dayak. Dalam perjalanannya, mereka berpapasan dengan para sesepuh dusun Garjo, yang sebelumnya telah melaksanakan ritual sedekah kubur pada Makam Eyang Carik Saji. Mereka pun berangkat bersama. Di persimpangan Dusun Sedengen, mereka berhenti dan meletakkan sesaji.
Mereka melanjutkan perjalanan kembali. Masih di Dusun Sedengen, di pertigaan menuju Desa Giripurno, mereka bertemu dengan rombongan dari sesepuh Dusun Mbah Ali Tunggak dan Mbah Dahlan yang sebelumnya juga telah melakukan ritual Sedekah Sendang di Dusun Sedengen. Di pertigaan Ngabean, rombongan ini kembali bertambah oleh peziarah Dusun Ngabean dan Dusun Tanjung, yang sebelumnya telah melakukan ritual di makam Kyai Abdul Karim di Lereng Menoreh. Ia diyakini
sebagai cikal bakal Desa Ngadiharjo.
Masih menurut Bejo, sejumlah petilasan di Desa Ngadiharjo ini hingga saat ini masih dipercaya memiliki kekuatan ghaib. Di sisi lain, Pegunungan Menoreh juga dikenal sebagai tempat laku spiritual “tirakat”. “Telah banyak calon pemimpin yang memulai laku spiritual di tempat ini dan melanjutkannya di Gunung Suroloyo, Kalibawang, Kulonprogo,” katanya.
Sementara itu, sampai di tempat walimahan, yakni halaman Balai Desa Ngadiharjo, para peserta ziarah yang mencapai sekitar 50 orang ini menggelar acara walimahan, yakni pentas kesenian, pameran aneka kerajinan rakyat seperti parut kelapa, peralatan rumah tangga dari kayu, anyaman bamboo, serta kuliner seperti wedang Sumelak, wedang jahe, tumpeng thiwul, wedang Srebat dan lainnya. Walimahan ini ditutup dengan acara sarasehan masyarakat Desa Ngadiharjo. Dalam sarasehan itu dibahas berbagai persoalan hidup
masyarakat pada umumnya, persoalan masyarakat desa dengan pemerintah desa dan ke atasnya.
***)Widodo anwari Humas & Protokol
0 komentar:
Posting Komentar
kami tunggu komentar anda