Kamis, 08 September 2011

Taman Kyai langgeng


Bagi wisatawan dari luar daerah Kota magelang, nama Taman Kyai Langgeng tampaknya sudah sangat melekat dan memiliki tempat khusus di hati para wisatawan yang pernah mengunjunginya.

Taman Kyai Langgeng sudah lama menjadi tujuan wisata pilihan bagi para pelancong. Menawarkan perpaduan antara keindahan alam, wisata religi dan tempat rekreasi keluarga yang menyenangkan, Taman Kyai Langgeng juga dapat menjadi tempat wisata yang dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan.

Sebagai tempat wisata andalan Kota Magelang, Taman Kyai langgeng dengan koleksi hewan dan tanaman langkanya, memiliki pemandangan alami yang dapat memberikan kelegaan dan suasana sejuk bagi para wisatawan yang merindukan keindahan alam dan ingin sejenak lepas dari rutinitas pekerjaan. Menempati areal seluas 27,05 Ha, Taman Kyai Langgeng memiliki beberapa wahana permainan bagi para wisatawan yang menyukai tantangan dan petualangan. Dengan harga terjangkau, para pengunjung dapat menikmati permainan Flying Fox, Jetcoaster, arung jeram, kolam renang dan banyak lagi wahana permainan yang mengasyikan untuk keluarga.

Berada di tengah-tengah area, terdapat Makam Kyai Langgeng, beliau merupakan seorang ulama yang merupakan penasehat Pangeran Diponegoro dalam perjuangannya melawan Belanda di tanah Jawa. Dikelilingi oleh taman yang indah dan pendopo yang teduh, makam Kyai Langgeng merupakan tempat yang tepat pagi wisatawan yang menginginkan wisata religi. Taman Kyai Langgeng juga memiliki sebuah perpustakaan yang lebih akrab disebut “Desa Buku”. Desa Buku memiliki koleksi buku buku yang dapat dinikmati para pengunjung. Kehadiran Desa Buku diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan wisatawan sembari menikmati keindahan alam Taman Kyai Langgeng. Bagi para wisatawan yang menginginkan wisata alam, wisata religi , rekreasi keluarga, petualangan serta tetap mendapatkan pengetahuan dalam satu paket, Taman Kyai Langgeng adalah pilihan yang tepat.

Rabu, 18 Mei 2011

Wisata Sejarah Kota Magelang


Menelusuri perjalanan sejarah kota tua Magelang melalui museum dan menikmati bangunan-bangunan tempo dulu yang menjadi saksi perjuangan dalam merebut kemerdekaan.

Terletak di antara gunung-gunung dan perbukitan seperti: Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Andong dan Menoreh, menyebabkan Kota magelang sejak dahulu beriklim sejuk dan bertanah subur. Hal tersebut yang menyebabkan Inggris pada abad ke 18 menjadikan kota Magelang sebagai pusat pemerintahan setingkat kabupaten, dan melakukan pembangunan tata kota. Beberapa Bangunan masa lampau seperti masjid agung, alun-alun, gereja GBIP, Menara air dan bangunan-bangunan lain, sampai saat ini masih berdiri tegak dan menjadi saksi sejarah,bukti kekuasaan Inggris di Magelang.
Melakukan wisata sejarah di kota tua Magelang, tentu saja kita tidak akan lepas dari museum-museum yang berada di Kota Magelang. Museum taruna Abdul jalil, Museum Asuransi Bumi Putera, Museum BPK, Museum Diponegoro dan Museum Sudirman merupakan alat penghubung yang tepat untuk menikmati keindahan masa lampau dan mengingat kembali masa perjuangan merebut kemerdekaan.



1. MUSEUM TARUNA ABDUL JALIL

Museum Taruna Abdul Jalil yang merupakan salah satu fasilitas pendidikan secara Akademi Militer yang secara visual menyediakan beragam koleksi yang sangat besar peranannya dalam proses pendidikan perwira dan Taruna. Museum ini memiliki Luas 980 m2 dengan jarak 1 km kearah selatan dari pusat Kota Magelang yang memiliki keunikan khas Koleksi senjata, Peralatan pendidikan militer sejak AMN.

Pada Tanggal 4 Oktober 1964 untuk pertama kalinya museum ini diresmikan oleh Brigadir Jendral TNI Soerono Reksodimejo, Kemudian Pada Tanggal 5 Oktober 1968 benda-benda koleksi tersebut semakin banyak dan memerlukan ruangan yang lebih luas sehingga diresmikanlah Gedung Baru dengan nama “Museum Taruna” Oleh Gubernur AMN : Mayor Jendral TNI Achmad Tahir, Kemudian Pada Tanggal 10 November 1975 diresmikan lagi oleh Mayor Jendral Wijogo Atmodarminto dengan nama “Museum Taruna Abdul Jalil” nama tersebut diambil dari nama seorang Taruna Akmil Yogyakarta yang telah gugur pada tanggal 22 Februari 1949 demi mempertahankan Kemerdekaan RI di Pelataran Sambiloto Kalasan Yogyakarta.

Museum ini dilengkapi dengan fasilitas Pemandu, Toko Cinderamata, Mushola, Kamar Mandi/WC Umum, Pos Kesehatan / P3K, Tempat Parkir dan Pos Keamanan.



2. MUSEUM PANGERAN DIPONEGORO

Merupakan Museum yang berdiri Tahun 1821 yang bergaya arsitektur Gothic ini terletak di sebelah Utara komplek eks Karesidenan Kedu yang berfungsi sebagai Kantor Pemerintah. Museum ini memiliki luas 2.552 m2 dengan jarak 0,5 km kearah barat dari pusat Kota Magelang.

Beberapa koleksi pada Museum ini diantaranya :

* Kitab Takhrib yang memiliki tulisan Kyai Mlangi merupakan buku bacaan Pangeran Diponegoro

* Meja dan Kursi tempat perundingan Pangeran Diponegoro dengan Jendral Lock

* Peralatan minum Pangeran Diponegoro

* Jubah Pangeran Diponegoro



3. MUSEUM JENDRAL SUDIRMAN

Merupakan sebuah gedung yang pernah ditempati oleh alm. Jend. Sudirman sampai wafat. Terletak di Jl. Ade Irma Suryani C.7 Badaan memiliki luas 400 m2 dengan jarak 1 km ke arah utara dari pusat Kota Magelang. Bangunan yang berdiri sekitar tahun 1930 tersebut, memiliki beberapa keunikan khas diantaranya :

* Merupakan tempat wafatnya Jend. Sudirman

* Perlengkapan rumah tangga keluarga Jend. Sudirman

* Meja tempat pensucian jenazah

* Tempat Tidur

Museum ini memiliki fasilitas diantaranya kantor informasi wisata, pemandu, tempat parkir, kamar mandi / WC dan tempat penjualan cinderamata dan Taman.



4. MUSEUM ASURANSI BUMI PUTERA 1912

Sejarah berdirinya Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra pada Tahun 1912 yang memiliki luas 125m2 dengan jarak 0,5 km kearah utara dari Pusat Kota Magelang. Museum yang terletak di Jalan Jend A Yani No. 21 ini ini memiliki beberapa keunikan yang khas diantaranya :

* Koleksi uang RI Tahun 1940, 1960

* Koleksi Mesin Ketik dan Mesin Cetak Kuno

* Foto-foto sejarah berdirinya Asuransi Bumi Putera Tahun 1912

Museum yang dibangun dengan gaya dan bentuk bangunan khas Jawa Tengah : Joglo beratap lapis tiga, berisi berbagai dokumen lama sejak periode 1912, foto-foto legendaries serta peralatan kantor sederhana yang digunakan pada masa lalu. Museum yang diresmikan Walikota Magelang Drs. A. Bagus Panuntun hari Senin 20 Mei 1985, bertepatan peringatan hari Kebangkitan Nasional, dimaksudkan untuk melestarikan gagasan, cita-cita luhur dan karya pendiri. Di depan gedung museum berdiri tegak tiga tokoh pendiri yang berwujud tiga buah patung dari Mas Ngabehi Dwidjosewojo, Mas Karto Hadi Soebroto dan Mas Adimidjojo yang telah menggulirkan sejarah.Museum ini memiliki fasilitas Kantor informasi wisata, pemandu, kamar mandi / WC dan tempat parkir.



5. MUSEUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Museum ini merupakan sejarah berdirinya Badan Pemeriksa Keuangan yang dibangun pada Tanggal 28 Desember 1946, memiliki luas 300 m2 berjarak 0,5 km arah barat dari pusat Kota Magelang. Berlokasi di Jalan Diponegoro No.1 Magelang.

Museum ini memiliki fasilitas berupa Pemandu, Kamar mandi / WC dan Tempat Parkir, Selain memiliki beberapa fasilitas tersebut Musium ini juga memiliki keunikan yang khas diantaranya :

* Bangunan I Kantor BPK

* Foto sejarah perjuangan BPK

* Koleksi barang perjalanan BPK
**sumber**

Ribuan Umat Budha Ikuti Prosesi Waisak


VIVAnews

- Ribuan umat Budha bersama bikhu dari sembilan majelis mengikuti prosesi Waisak dengan berjalan kaki dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Selain mengusung Air Suci dan Api Dharma, pawai tersebut juga diikuti sejumlah kesenian tradisional.

Prosesi jalan kaki menuju Candi Borobudur tersebut terlebih dahulu diawali dengan puja bakti di altar pelataran Candi Mendut yang dilakukan sekitar pukul 07.30 WIB. Puja bakti tersebut diikuti ribuan umat Budha dan Dewan Sangga Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).

Setelah puja bakti dan pembacaan parita selesai, sekitar pukul 09.00 WIB, dilanjutkan dengan prosesi kirab. Barisan peserta prosesi antara lain terdiri atas barisan pembawa bendera merah putih dan bendera Walubi. Diikuti kendaraaan hias yang membawa relik Sang Budha, mobil yang membawa Api Dharma, dan Air Suci.

Barisan bikhu dan bikhuni serta umat Budha terlihat berjalan dengan mengucap doa. Mereka berjalan sembari membawa bunga sedap malam. Bahkan, untuk memeriahkan prosesi tersebut, beberapa kesenian tradisional, seperti topeng ireng dan Reog Ponorogo juga ikut serta.

Sesampainya di Candi Borobudur, selanjutnya relik Sang Budha pun dibawa turun dari mobil untuk selanjutnya disemayamkan di altar yang terletak di pelataran barat Candi Borobudur. Selain relik, Api Dharma dan Air Suci ikut disemayamkan.

Menurut Ketua Umum Walubi, Hartati Murdaya, peringatan Tri Suci Waisak kali ini sebagai refleksi kembali terhadap ketidakselarasan aras perilaku yang bertentangan dengan alam dan Budha Dharma selama satu tahun lalu.

"Dengan mengamalkan ajaran luhur Sang Budha, dengan mentaati dan melaksanakan ajaran kebajikan, serta menjaga keluhuran dharma. Berarti kita telah melaksanakan upaya-upaya menanamkan bibit yang baik dan akan berbuah kebahagiaan di masa mendatang," ujar dia di Candi Borobudur Magelang, Selasa 17 Mei 2011.

Acara puncak prosesi puncak perayaan Waisak, yakni detik-detik Waisak 2555 BE akan dilakukan dengan meditasi pada sore hari. Acara perayaan Waisak akan ditutup dengan pelepasan lampion ke udara. (art)

Rabu, 03 November 2010

Merapi Meletus Lagi Warga Kembali Panik


REPUBLIKA.CO.ID,MAGELANG--Gunung Merapi yang masih berstatus Awas kembali meletus. Letusan yang terjadi Sabtu (30/10) pukul 00.40 WIB ini, menimbulkan kepanikan luar biasa yang dialami warga di lereng gunung ini.

Pasalnya, letusan terjadi saat sebagian besar warga tengah terlelap dalam tidurnya. Kepanikan luar biasa dapat dilihat di hampir seluruh jalan utama yang menjadi jalur evakuasi dari lereng gunung Merapi

Mulai dari Kecamatan Sawangan, Dukun serta Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, serta di jalaur- jalur evakuasi yang ada di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan pantauan di lapangan, hingga pukul 02.30 WIB kepanikan warga mengakibatkan kemacetan di sejumlah jalur evakuasi ini. Ribuan warga berhamburan ke luar rumah untuk menyelamatkan diri.

Di Kecamatan Srumbung warga meninggalkan rumah mereka. Ibu- ibu dan anak- anak berlarian sambil berteriak- teriak minta tolong akibat ketakutan. Mereka berasal dari dusun- dusun yang ada di Kecamatan ini.

Kondisi semakin mencekam setelah warga terus memukul kentongan dan tiang- tiang listrik sebagai tanda bahaya untuk membangunkan warga lainnya.

Para warga pun menuju ke arah bawah untuk menjauh dari lereng Merapi, dan terkonsentrasi di beberapa titik seperti ke Kota Muntilan, dan sepanjang jalur utama Magelang- Yogyakarta. Sementara.

Tak hanya di jalur- jalur evakuasi, kepanikan juga terpantau di jalan utama Magelang- Yogya di kota Muntilan. Pasalnya jalan utama juga dipenuhi olah warga yang bersepedamotor. Mereka merupakan warga sejumlah desa yang ada di lereng Merapi.

Tak hanya warga, para pengungsi yang ada di TPS- TPS juga mengalami kepanikan. Pasalnya letusan kali ini dipantau lebih besar dibandingkan dengan letusan pertama, Selasa (26/10) petang.

Begitu besarnya perkiraan kekuatan letusan Gunung Merapi kali ini, Membuat aparat kecamatan setempat dan para relawan terpaksa memindahkan para pengungsi yang ada di TPS- TPS di sekitar Kecamatan Srumbung.

Mereka diungsikan dan bergabung dengan para pengungsi lain yang sebelumnya sudah menempati TPS Jumoyo, Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Eksodus pengungsi besar- besaran ini.

Akibatnya di TPS Jumoyo --sepanjang Jumat dinihari-- terus berdatangan para pengungsi dari sejumlah TPS di sekitar kecamatan Srumbung. Sehingga membuat tempat penampungan ini menjadi kebanjiran pengungsi.

Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Warga sejumlah desa yang masuk KRB III juga berhamburan menyelamatkan diri ke lereng Gunung Merbabu.

Pasalnya, sejumlah warga sempat melihat luncuran lava pijar ke arah Selo. "Kami panik dan memilih mengungsi ke lokasi yang aman di lereng Merbabu," jelas Tirah, warga Desa Tlogolele.

-->

Penguasa Gaib Gunung Merapi Tertangkap Kamera




Tempo, Magelang. Magelang - Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Merapi, berbicara tentang gunung Merapi tak lepas dari segala mitos dan cerita misterinya. Mereka meyakini gunung yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta itu dikuasai oleh sosok gaib, Mbah Petruk.

Suswanto, lelaki berusia 43 tahun warga Dusun Sudimoro Desa Pucanganom Kecamatan Srumbung Magelang, mengabadikan awan berbentuk mirip sosok Petruk dalam cerita Pewayangan di atas gunung Merapi sebelum meletus dalam jepretan kamera. “Awalnya saya hanya iseng memotret,” kata dia, Senin (1/11) siang.

Dalam salinan gambar yang ditunjukan Suswanto, awan mirip petruk itu berada tepat di atas puncak Merapi. Berhidung panjang dengan kuncir rambut di belakang kepala melengkung ke atas. Sosoknya menghadap ke arah selatan. “Ke arah Yogyakarta,” kata dia.

Gambar itu diambil pada Selasa (26/10) pagi atau sehari sebelum Merapi meletus pada petangnya. Dia menambahkan, gambar itu diambil dari depan rumahnya atau sekitar 13 kilometer dari puncak Merapi.

Menurut dia, sejumlah warga yang melihat hasilnya meyakiki itu adalah sosok Mbah Petruk, sang penunggu Merapi. Mereka menduga kehadirannya memperlihatkan diri sebagai pertanda bencana besar di Merapi.

Mbah Diwur (54), warga Desa Dusun Gaten Desa Ketunggeng Kecamatan Srumbung meyakini gambar awan itu adalah sebuah peringatan bagi warga sekitar Merapi. “Dia menghadap selatan, lihat saja sekarang yang para kan Jogja,” kata dia.

Dia membenarkan, adanya keyakinan sosok Mbah Petruk sebagai penguasa Merapi yang berkembang di masyarakat. “Dia bersemayam di dalam kawah Merapi,” kata dia.

Menurut Sugihartono (40), seorang warga Desa Pucanganom Kecamatan Srumbung, kepercayaan tentang adanya sosok mbah Petruk di gunung Merapi itu tak bisa lepas dari sejarah peralihan Hindu Majapahit dan Islam Demak.

Oleh masyarakat sekitar Merapi, kata dia, Mbah Petruk itu diyakini sebagai sosok Sabdo Palon Nolo Genggong, seorang penasehat raja Majapahit Brawijaya V. Di akhir kejayaan Majapahit karena masuknya pengaruh Islam di Demak, Brawijaya memilih berdiam di gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Dia disia-sia,” katanya.

Karena sang Raja telah tersingkirkan maka Sabdo Palon pun memilih mengikuti jejak sang raja. Namun, dia memilih gunung Merapi sebagai tempat tinggalnya. (Lihat Berita Foto: Keindahan di Balik Petaka Merapi)

Sebagai balasan terhadap lawan-lawan yang berkuasa, dia mengangkat sumpah. Kelak akan menagih janji penguasa negeri tentang amanahnya mensejahterakan rakyat.

Letusan Merapi, kata dia, bagi masyarakat yang masih memegang teguh legenda itu dipercaya sebagai peringatan bahwa penguasa negeri ini lalai menjalankan amanah rakyat. “Si Mbah marah dan menagih janji penguasa,” kata dia.

ANANG ZAKARIA


Minggu, 10 Oktober 2010

Kabupaten Magelang Kekurangan 700 Guru SD



Magelang, CyberNews. Kabupaten Magelang kekurangan guru SD (Sekolah Dasar) lebih dari 700 orang. Kekurangan terbanyak didominasi guru kelas dan terjadi hampir merata di 21 kecamatan.

"SD juga kekurangan guru agama. Sampai ada beberapa guru yang mengajar dua kelas pada jam yang sama,” kata Drs H Ngaderi Budiyono, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang, Selasa (28/9).

Untuk mengatasi kekurangan itu, pihaknya koordinasi dengan BKD (Badan Kepegawaian Daerah) untuk mengusulkan adanya penambahan guru SD kepada pemerintah pusat.

Jika usulan itu dikabulkan, kuota lowongan PNS tahun depan bertambah. "Hal ini harus dikoordinasikan, karena menyangkut dampaknya, yakni kesejahteraan guru atau gaji," ujarnya.

Upaya lain untuk mengatasi persoalan kekurangan guru SD, yakni memberdayakan guru wiyata bakti, serta menerima mutasi guru PNS dari daerah lain. Sementara itu jumlah guru SMP dan SMA dianggapnya overload atau kelebihan. "Di satu sekolah ada satu mata pelajaran sampai diampu tiga orang guru," ujar Ngaderi.

Yang masih diperlukan oleh SMP dan SMA, yakni guru pelajaran Bahasa Jawa dan Teknologi Informasi. Persoalan ini masih dalam pembahasan dengan instansi terkait.

Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Magelang, Mashari, minta, kekurangan guru disikapi, agar tidak menganggu proses belajar mengajar.

Sumber: 28 September 2010 | 22:23 wib | Daerah( Tuhu Prihantoro /CN13 )

Sekitar 50 Persen Sungai di Magelang Rusak dan Tercemar



TEMPO Interaktif, Magelang - Sebanyak 50 persen sungai di Kabupaten Magelang dilaporkan telah rusak dan tercemar. Sikap masyarakat yang tak peduli terhadap keberlangsung ekosistem sungai dianggap menjadi salah satu penyebabnya.

Pernyataan itu disampaikan Forum Peduli Kali Kabupaten Magelang Imam Joko Prasetyo menanggapi kondisi sungai di Magelang. "Itu dari pengamatan langsung kami ke sungai-sungai," kata dia, Minggu (29/8).

Menurut dia, ada sekitar 90 sungai di Magelang, dari sungai besar hingga sungai kecil yang mengalir di lahan persawahan sebagai sungai irigasi. Tingkat kerusakan dan pencemarannya pun bervariasi, dari ringan hingga berat.

Kerusakan sungai itu ditandai dengan kian banyaknya hewan-hewan air yang menjadi ekosistem sungai mulai langka. Semisal lele, mujair, tawas, hingga uceng yang awalnya hidup di sungai tertentu, kini tak ditemukan lagi. "Banyak yang mati," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, banyak tanah di tepian sungai yang longsor sehingga berakibat mempercepat proses pendangkalan sungai. Adapun pencemaran sungai, lebih banyak berasal dari sampah.

Terkait dengan kian langkanya ikan jenis tertentu di sungai, dia menyebutkan hal itu karena kebiasan menangkap ikan yang tak sehat. Semisal menyetrum atau menggunakan racun. Akibatnya, tak hanya ikan dewasa, bibit ikan yang masih kecil pun ikut mati.

Untuk mencegah kerusakan sungai lebih parah, Forum akan bekerja sama dengan pemerintah untuk memasang papan peringatan di sejumlah sungai. Cara itu diharapkan dapat menjadi pengingat bagi masyarakat agar menjaga kondisi sungai dan ekosistemnya.

Selain itu, lanjut dia, kegiatan pelepasan bibit ikan baik oleh swadaya masyarakat atau bantuan dari pemerintah pun dinilai dapat mengembalikan keragaman ikan di sungai.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang Tri Agung Sucahyono mengatakan ada 94 sungai di Kabupaten Magelang. Menurutnya, kini kian sulit menemui jenis ikan tertentu di sungai. Padahal ikan-ikan itu dulu banyak ditemui di hampir seluruh sungai. "Separuh dari jumlah itu memang rusak," kata dia.

Dia mendukung upaya yang dilakukan masyarakat untuk kelestarian sungai, semisal ide oleh Forum melepas bibit ikan dan memasang rambu peringatan di sungai.

Sumber: ANANG ZAKARIA
Minggu, 29 Agustus 2010 | 16:33 WIB